
Bicara soal kuliner khas Sulawesi Selatan, nama Coto Makassar sudah pasti masuk daftar teratas. Hidangan berkuah pekat dengan isian daging sapi ini bukan cuma makanan sehari-hari masyarakat lokal, tapi juga sudah jadi ikon kuliner Makassar yang bikin banyak wisatawan penasaran.
Kalau Anda pernah mampir ke Makassar, sulit rasanya menolak ajakan untuk menyantap semangkuk Coto Makassar yang disajikan hangat, lengkap dengan burasa atau ketupat khas Bugis-Makassar. Tak heran, makanan ini selalu masuk daftar rekomendasi wisata kuliner Makassar yang wajib dicoba.
Dari Dapur Raja ke Meja Rakyat
Menilik sejarahnya, makanan khas Makassar ini dulunya bukan hidangan biasa. Pada masa kerajaan Gowa, coto disebut-sebut hanya disajikan untuk raja dan bangsawan. Resepnya dijaga ketat, dengan racikan rempah-rempah yang jumlahnya bisa mencapai belasan.
Namun, seiring waktu, hidangan ini semakin membumi. Kini, siapa pun bisa menikmatinya, bahkan menjadi salah satu menu wajib dalam berbagai acara keluarga hingga hajatan. Dari situlah, Coto Makassar menjadi simbol kebersamaan.
Rahasia Kuah Pekat yang Bikin Nagih
Salah satu daya tarik utama Coto Makassar ada pada kuahnya. Berbeda dengan sup daging pada umumnya, kuah coto berwarna cokelat pekat. Rahasianya terletak pada bumbu kacang tanah sangrai yang dihaluskan dan dimasak bersama rempah seperti ketumbar, jintan, lengkuas, hingga serai.
Daging sapi direbus dalam waktu lama sampai empuk, kemudian dipotong kecil-kecil. Biasanya, bagian yang digunakan tidak hanya daging, tapi juga jeroan seperti hati, limpa, atau usus. Penikmat coto bisa memilih sesuai selera.
“Yang bikin beda itu kuahnya. Rempahnya terasa, gurih tapi tetap ringan. Kalau sudah coba sekali, pasti ingin nambah lagi,” kata Fadli, salah satu pengunjung warung Coto Nusantara yang ditemui pekan lalu.
Tempat Ikonik untuk Menyantap Coto
Bicara soal tempat makan coto, hampir di setiap sudut Makassar Anda bisa menemukannya. Namun, ada beberapa warung yang dianggap legendaris dan wajib dicoba.
-
Coto Nusantara: Lokasinya dekat Pelabuhan Soekarno Hatta. Warung ini selalu ramai pengunjung, mulai dari warga lokal hingga turis mancanegara.
-
Coto Gagak: Sudah ada sejak puluhan tahun lalu, terkenal dengan porsi besar dan kuah gurihnya.
-
Coto Paraikatte: Jadi favorit anak muda karena tempatnya nyaman dan harga bersahabat.
Ketiga warung ini punya ciri khas masing-masing, tapi sama-sama menjaga rasa otentik makanan khas Makassar ini.
Burasa, Pasangan Setia Coto Makassar
Coto Makassar hampir tidak pernah disajikan dengan nasi putih. Sebagai gantinya, ada burasa atau ketupat. Burasa sendiri adalah lontong khas Makassar yang dibungkus daun pisang dan dimasak dengan santan. Rasanya gurih dan cocok sekali dipadukan dengan kuah rempah coto.
“Kalau makan coto tanpa burasa, rasanya kurang lengkap. Burasa itu pelengkap yang bikin kenyang tapi tetap pas,” ungkap Nur, penjual coto di kawasan Pettarani.
Dari Makassar ke Seluruh Indonesia
Menariknya, popularitas Coto Makassar kini tak lagi terbatas di Sulawesi Selatan. Banyak perantau asal Makassar yang membuka warung coto di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, hingga Balikpapan. Meski begitu, banyak yang bilang tetap ada rasa berbeda jika menyantap langsung di kota asalnya.
Selain rasa, suasana juga punya pengaruh. Menikmati coto di warung sederhana, ditemani keramahan orang Makassar, menjadi pengalaman yang tak tergantikan dalam perjalanan wisata kuliner Makassar.
Sebagai kuliner tradisional yang bertahan lebih dari ratusan tahun, Coto Makassar bukan hanya soal makanan. Ia adalah bagian dari identitas budaya dan kebanggaan masyarakat Sulawesi Selatan. Jadi, kalau Anda berkunjung ke Makassar, jangan lupa sempatkan mampir dan merasakan kelezatan coto langsung dari kota asalnya.